Genjot Ekonomi RI, Pakar Sebut Tak Cukup Cuma Deregulasi

Genjot Ekonomi RI, Pemerintah resmi melakukan deregulasi impor yang termaktub dalam paket kebijakan deregulasi tahap pertama. – Kebijakan deregulasi impor ini diarahkan untuk 10 jenis komoditas. Policy and Program Director Prasasti Center for Policy Studies, Piter Abdullah menjelaskan bahwa untuk melakukan pemulihan perekonomian Indonesia, deregulasi saja tidak cukup.

Genjot Ekonomi RI

Genjot Ekonomi RI, Pakar Sebut Tak Cukup Cuma Deregulasi–  Pasalnya, deregulasi seharusnya menjadi salah satu dari sejumlah paket kebijakan untuk mengatasi perekonomian yang melemah. Kebijakan lainnya yang diperlukan antara lain, reformasi hukum dan aturan perdagangan. Menurutnya, barang impor menjadi suatu ancaman untuk industri dalam negeri ketika berbentuk barang jadi yang langsung dinikmati oleh konsumen.

Genjot Ekonomi RI, Pakar Sebut Tak Cukup Cuma Deregulasi

Indonesia saat ini tengah berupaya mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah telah meluncurkan berbagai paket kebijakan deregulasi demi menarik investasi dan meningkatkan daya saing. Namun, sejumlah pakar ekonomi menegaskan bahwa deregulasi saja tidak cukup untuk mendongkrak perekonomian. Diperlukan langkah-langkah komprehensif yang menyentuh berbagai sektor strategis.

Deregulasi: Langkah Awal yang Penting, tapi Bukan Segalanya

Deregulasi merupakan proses pengurangan atau penyederhanaan aturan-aturan yang menghambat aktivitas ekonomi. Langkah ini umumnya ditujukan untuk mempermudah perizinan usaha, mendorong investasi, serta meningkatkan efisiensi bisnis. Sejak 2015, Indonesia telah menerbitkan lebih dari 16 paket kebijakan deregulasi.

Namun, menurut Dr. Bambang Brodjonegoro, ekonom dan mantan Menteri Keuangan, deregulasi hanyalah pintu masuk. “Deregulasi memperbaiki iklim usaha, tapi tidak otomatis menciptakan pertumbuhan ekonomi jika tidak disertai pembenahan sektor riil dan penguatan SDM,” ujar Bambang dalam sebuah diskusi ekonomi di Jakarta.

Infrastruktur dan SDM: Faktor Penentu Keberhasilan

Selain deregulasi, infrastruktur menjadi kunci penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, kontribusi sektor konstruksi dan infrastruktur terhadap PDB Indonesia terus meningkat, mencapai 10,4% pada 2024.

Contoh konkret adalah pembangunan jalan tol Trans Jawa dan Trans Sumatera yang berhasil memperlancar distribusi barang dan jasa, serta memangkas biaya logistik hingga 30%. Namun, proyek infrastruktur harus diimbangi dengan pembangunan kualitas sumber daya manusia (SDM).

“Tanpa tenaga kerja yang terampil dan adaptif, investasi infrastruktur tidak akan memberikan dampak maksimal. Pendidikan vokasi, pelatihan keterampilan, dan peningkatan literasi digital harus berjalan seiring,” jelas Prof. Sri Adiningsih, pakar ekonomi Universitas Gadjah Mada.

Diversifikasi Ekonomi: Mengurangi Ketergantungan

Indonesia selama ini masih mengandalkan sektor-sektor tradisional seperti pertanian, pertambangan, dan industri pengolahan. Ketergantungan pada komoditas ekspor raw material membuat ekonomi rentan terhadap fluktuasi harga global.

Diversifikasi ekonomi menjadi solusi strategis. Pemerintah perlu mengembangkan sektor industri hilir, pariwisata, ekonomi kreatif, hingga ekonomi digital. Data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mencatat kontribusi ekonomi kreatif mencapai Rp1.300 triliun atau sekitar 7,5% dari PDB nasional pada 2023.

Sebagai contoh, negara seperti Korea Selatan berhasil beralih dari ekonomi berbasis agrikultur menjadi ekonomi inovasi dengan mendukung sektor teknologi dan hiburan (K-pop, film, dan game). Indonesia dinilai memiliki potensi yang sama jika didukung kebijakan yang tepat.

Reformasi Birokrasi: Memangkas Hambatan Non-Tarif

Banyak pelaku usaha dan investor asing menilai birokrasi di Indonesia masih kompleks dan memakan waktu lama. Proses perizinan usaha, bea cukai, hingga pajak sering kali dianggap tidak efisien.

Menurut laporan World Bank Ease of Doing Business, Indonesia berada di peringkat 73 pada 2020, tertinggal dibanding Singapura (peringkat 2) dan Malaysia (peringkat 12). Hal ini menunjukkan perlunya reformasi birokrasi yang lebih mendalam.

Pakar kebijakan publik, Dr. Rhenald Kasali, mengatakan, “Birokrasi yang efisien dan transparan akan meningkatkan kepercayaan investor. Pemerintah harus mempercepat digitalisasi layanan publik agar lebih mudah dan akuntabel.”

Insentif Pajak dan Pembiayaan UMKM

Selain memperbaiki regulasi, pemerintah juga disarankan untuk memperluas insentif pajak, terutama bagi sektor-sektor prioritas. Pemberian super deduction tax bagi industri yang melakukan riset dan pengembangan (R&D) adalah salah satu langkah positif.

Di sisi lain, pembiayaan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga perlu ditingkatkan. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penyaluran kredit UMKM pada 2023 hanya sekitar 20% dari total kredit nasional, jauh di bawah target 30% yang dicanangkan.

UMKM memiliki peran vital karena menyumbang lebih dari 60% terhadap PDB dan menyerap 97% tenaga kerja nasional. Dukungan pembiayaan, pendampingan bisnis, serta akses pasar menjadi faktor penting agar UMKM bisa naik kelas.

Membangun Ekonomi Digital sebagai Mesin Baru

Ekonomi digital menjadi salah satu sektor dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia. Berdasarkan laporan Google, Temasek, dan Bain & Company, nilai ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai USD 130 miliar pada 2025.

Pemerintah perlu menyiapkan infrastruktur digital, memperluas akses internet di daerah, dan mendukung pengembangan startup lokal. Kebijakan ini akan membuka lapangan kerja baru, memperkuat ketahanan ekonomi, dan meningkatkan ekspor jasa digital.

Kesimpulan: Butuh Pendekatan Holistik

Meski deregulasi penting untuk memperbaiki iklim investasi dan usaha, hal itu tidak cukup untuk mendongkrak perekonomian Indonesia secara signifikan. Pemerintah harus mengambil pendekatan holistik yang mencakup penguatan infrastruktur, peningkatan kualitas SDM, diversifikasi ekonomi, reformasi birokrasi, insentif pajak, dan pengembangan ekonomi digital.

https://beatsbysarz.com/

kadobet

Tags:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*